Hari ini aku termenung, kembali mengingatnya.
Seseorang yang mungkin tak pernah mengingatku. Bodoh? Mungkin iya. Entahlah,
aku terjebak dalam rasa yang tak dapat kujelaskan. Mungkin aku yang terlalu
berharap, mungkin aku yang terpesona. Jalan ini sulit, memilih meninggalkannya
atau melanjutkan rasa yang tak berujung ini. Dulu semuanya baik-baik saja.
Sampai ketika, candaan bodoh yang menghancurkan segalanya. Tak ada lagi canda,
tawa ataupun obrolan sederhana. Bahkan sapaan singkat pun tak lagi pernah
kudengar. Aku termenung, menatapi kebodohan dan kesakitan ini. Apakah kau tau?
Apakah kau mengerti?
Tidak ada yang bisa kusalahkan. Jalan ini
terlalu berbatu. Aku hanya bisa berdiri menatapi punggungmu yang kian menjauh.
Menyisakan aku sendirian dengan perasaan yang sulit dikatakan. Aku benci
keadaan ini, seolah aku terperangkap di dalamnya. Tidak bisakah kau berhenti?
Walau hanya sedetik untuk menatapku. Apa gadis itu yang kau pilih? Diakah yang
lebih baik? Boleh aku mengatakannya? Dia bukan gadis baik untukmu. Kau terlalu
baik untuknya. Tapi aku ini siapa? Bolehkah aku melarangmu dan menahanmu untuk
tetap disini?
Aku tidak berharap jadi gadis yang pantas
untukmu. Bisakah kau menjawabnya? Apa kita tak bisa bersama? Aku ingin marah,
melampiaskan segalanya, tapi siapa yang bisa kubenci. Membenci mereka hanya
karena candaan bodoh ini hanya membuatku gila.
Awan hitam itu datang lagi, seolah ingin aku
menahanmu lebih lama. Tetesan hujan, kumohon bawa semua anganku tentangnya
bersamamu. Buat semua khayalan ini mengalir bersama derasmu. Biarkan aku
melupakannya, berhenti mengharapnya.
Dia yang tak pernah menatapku. Dia yang tak
pernah menyapaku. Dia yang bahkan tak menganggapku ada. Bisakah kau kembalikan
masa lalu? Setidaknya saat kami masih menjadi teman. Tidak perduli rasa itu ada
atau tidak, aku ingin bersamanya. Saling diam seperti ini membuatku sungguh
tersiksa. Dapatkah dia mengerti itu? Dapatkah dia mendengarnya?
Jika boleh, aku ingin menjadi matahari.
Setidaknya dia tetap bisa bersama dengan hujan. Memberikan sedikit kehangatan
di balik dinginnya tetesan air. Aku benci jika harus jadi pelangi. Tidak
perduli berapa pun warna yang dimilikinya. Tidak perduli batapa indah dirinya.
Tapi pelangi tak pernah bisa bersama hujan. Kehadirannya selalu bergantian,
seolah menolak untuk saling bertegur sapa. Pelangi mungkin menjadi hal indah
yang ditunggu setelah hujan reda. Pelangi adalah pelengkap hujan. Tapi aku tak
perduli, aku tak ingin menjadi sesempurna pelangi. Aku hanya ingin bersamamu,
menemanimu melewati masa sulit itu. Tidak bisakah? Tidak mungkinkah? Tidak
bolehkah?
0 komentar:
Posting Komentar